Melasti
“ Melasti “
Bicara soal hobby traveling, pesona alam itu begitu luas. banyak keanekaragaman
hayati yang begitu indah dan kita belum semua melihatnya dengan mata secara
langsung, yaaah tentu pastinya sangat memanjakan mata. Ada yang suka alam
perkebunan seperti sawah, hamparan sabana dan savana yang luas dengan cuaca
yang sejuk, atau ada yang suka pegunungan dengan view awan dan ketinggian yang
mengagumkan dengan angin yang mendinginkan. Ada lagi yang gak kalah indah,
meski panas tapi tetap bisa membuat ketenangan, yaitu Pantai. Konon, suara air
itu merupakan salah satu alat terapi bagi ketenangan jiwa dan pikiran, kalian
semua percaya nggak sih? Wkwkwk, aku sih setuju banget, karena dulu aku punya
kolom ikan dan aquarium untuk jenis ikan predator dan hias seperti louhan,
arwana dan juga mainfish aquascape. Jadi, ketika pulang dari kerja karena
stress tekanan batin dan fisik gitu ya abis disuruh-suruh atasan HAHA serta
pulang kuliah stress pikiran tugas dari dosen, kita mendengar gemericik air
dari blower dengan ketenangan ruangan tamu/kamar yang sunyi itu benar-benar
bikin kita rileks dan nyaman. Kalo kalian belum pernah coba, come on let’s go
ke pasar subuh ikan jatinegara langsung beli ikan dan aquariumnya hahahaha. . .
. . kalian bisa terlelap istirahat ketika ada masalah tanpa menyelesaikan
masalah hihihihi
Sebenarnya
aku punya trauma akan air, karena mereka sama seperti api. Kecil menghangatkan
besar menghancurkan. Sebenarnya bukan hanya air dan api aja tapi juga angin dan
tanah. Ehhh kok tanah sih? Maksudnya tanah longsor yaa bukan tanah warisan
wkwkwk jadi kek avatar nih kita bahas element untuk menyerang Negara api.
Anyway, soal pantai, pertama kali pantai yang aku kunjungin sebagai anak betawi
ya apalagi kalo bukan Pantai Ancol wkwk namanya anak Ibukota cuyy mana lagi
kalo bukan pesisir Jakarta Utara yaa ancol, menurut aku gak terlalu banyak
kenangan di Ancol, karena yaa gak bersih juga pantainya makin kesini. Kedua, ya
kenangan yang begitu bagus juga di Pulau Papatheo salah satu pulau di Kepulauan
Seribu ketika liburan kuliah karena kebetulan temen kuliah aku juga ada yang
berasal dari sana. Jaraknya sekitar 1 jam lagi dari pulau kelapa. Pantai disini
bersih, bahkan ketika aku berkunjung kesana selama 2 hari di pulau itu hanya
rombongan aku aja yang jumlahnya hanya 7 orang wkwk serasa beli pulau cuy, eh
beli yaa bukan jual wkwkwk bercyandaa :D, ada lagi pantai karang bolong di
anyer, dan juga pantai di cerita legenda ratu selatan di daerah sukabumi.
Next
pantai, yaa di Bali. The first, kunjungan aku ke Bali bener-bener kek bule wkwk
gak salah emang aku julukin anak pantai buat anak Bali. Langsung banyak pantai aku
kunjungin disini, mulai pantai pandawa, pantai kelan, dan pantai melasti.
Apasih yang membedakan pantai ini dari pantai yang sebelumnya aku kunjungin?
Apa karena lokasinya aja di tempat wisata mancanegara gitu yakni Bali? Menurut aku
engga yaa, karena selain tarifnya bersahabat wkwk bahkan lebih ekonimis dari
Ancol, menurut aku pantai melasti itu ada keindahan dan ciri khas budaya Bali.
Jadi, kita bener-bener dimanjakan dengan view yang tenang dan indah biru kelautan.
Alhamdulillah, gak ketinggalan oleh-oleh kulit belangnya ya teman-teman :D
Bagi
kalian yang penasaran banyaklah yaa di youtobe atau tiktok trip tentang pantai
ini, tapi menurut aku melasti paling bagus diantara 3 pantai yang aku kunjungin
di Bali. Why always me (melasti)? Karena menurut aku view tebing melasti indah
banget, hampir sama kek pandawa tapi feel di melasti lebih menyentuh mata dan
hati. pasir yang begitu bersih dan putih, air yang jernih, dan yang paling
utama dengan siapa aku kesana. Yaa itu melasti “Mencakup Calon Istri”
hahahaha. Disclaimer selama di Bali, aku ditemani Doi selama 5 hari jadi gak
hanya di pantai melasti tapi disemua tempat wisata. Tapi di melasti, aku
melihat dia jauh lebih cantik, lebih cute, lebih beda auranya dari yang
sebelumnya. Melasti ini ada symbol angsa gitu dipantai dan memiliki arti
penyucian atau surga yang tersembunyi. Semoga surga aku juga bersama dengan doi
yaa udah kesini. Amiin ya rabbal alamiin.
Tahun
2023 ini merupakan tahun pertama pasca kelulusan kuliah aku di tahun 2022. Sama
halnya dengan anak pejuang lainnya, aku bukan seorang yang memiliki karir bagus
sebelumnya. So, ketika lulus kuliah aku harus melalang buana untuk mencapai apa
yang aku anggep itu adalah tujuan hidup baik yaitu kesuksesan, termasuk perihal
jodoh. Ibukota gak seperti pandangan orang-orang bahwa nyari uang disini mudah,
karena tingkat pengangguran disini juga tinggi cuy, tapi selama kalian
berikhtiar dan tetap mencari yang halal insya allah akan ada jalan bagi kita ke
mendapatkan itu semua.
Saat
ini usia aku adalah 26 tahun, yang terkadang aku udah merasa nyaman dengan
kebiasaan kebebasan aku hidup sendiri dan mandiri. Tapi gak bisa dipungkiri
sebenarnya aku juga merasa kesepian kala libur gak ada kegiatan, dimana
teman-teman sudah habis satu per satu menuju pelaminan. Waktu dulu ketika aku
mendapatkan guyonan “kapan nyusul dan
mana pacarnya?” bagi aku hanya angin lalu. Karena ya aku laki-laki yang
berpikir realistis, mengurusi diri aku aja belum bisa bagaimana memikul
tanggungjawab anak orang lain. Gak terasa waktu begitu cepat, sampai akhirnya aku
menyadari usia aku gak muda lagi. Ketika SMK dulu aku punya spekulasi yang
mengatakan bahwa di usia 25 tahun aku akan menikah, nyatanya sudah melewati 1
tahun tidak. Bukan tidak menikah saja, tapi tidak ada hilal tanda-tandanya
karena aku gak deket dengan siapa-siapa.
Juni
2023, aku masih jomblo. Bahkan aku merasa gak ada yang lagi deket sama aku. Bukan
gak naksir atau suka sama perempuan lagi, tapi aku melihat emang aku udah
terlalu lama sendiri. Terakhir aku menjalin hubungan terikat adalah ketika
tahun 2017 lalu. Rasanya sudah hampir 5 tahun aku gak terikat dalam hubungan asmara.
Kecewa? enggak, apa gak bisa move on? Enggak juga. Karena realisasinya aku
masih bisa naksir beberapa cwe yang ternyata aku emang gak siap untuk komitmen.
Bukan perkara ekonomi saat itu, karena aku merasa sudah bisa mencari uang
sendiri jadi gue lebih ke makna frekuensi. Ada yang mengatakan perkara perasaan
itu hanya butuh install dan uninstall saja bagi seorang laki-laki. Tapi bagi aku
engga gitu, perjodohan salah satu contoh bagi aku kalo cinta bukan soal itu.
Melasti,
aku mengenal di bulan april, sampai akhirnya aku mendekat di bulan Juni akhir
saat tugas di Pandeglang, Banten. Intensnya sih Juli saat berada di Solo,
Surabaya, Malang dan Semarang. Waduhh, udah nyebutin banyak nama kota aja nih. Ada
apa sih? Wkwkwk jaraknya juga lumayan dari Jakarta, Jawa Barat hingga ke Jawa
Timur. Yupss, melasti arek-arek suroboyo tapi sudah menjadi anak pantai dari
lahir di Bali. Jadi bisa disimpulkan bahwa mengenal Melasti adalah hubungan
sosial media yang sifatnya hanya khayalan dan tabu. Kenapa bisa begitu? Karena kita
gak pernah jumpa secara real time.
Mengenal
melasti bagi aku kayak buah durian yang runtuh, apa coba? Hahaha jadi kek gak
ada angin, gak ada hujan tibatiba jatuh buah dari atas pohon. Sekian banyaknya
perempuan didekat lingkup aku tibatiba dikirim melasti yang jaraknya jauh
antara Jakarta – Bali. Bagi melasti, mungkin aku hanya sekedar teman cerita di
sosmed karena hampir setiap hari kita chatingan dan video call malam hari. Rasanya
bisa dirasakan, ketika aku mendapatkan seseorang yang ternyata bisa mengerti aku
tanpa harus aku kode rahasia Negara dan artinya kita se-frekuensi, itu AWALNYA.
Karena ketika waktu berjalan, aku baru menyadari bahwa semakin tulus ternyata
semakin sakit.
Melasti
memang indah, tapi aku gak akan bicara kesempurnaan melasti tanpa rasa yang
tidak berkenan bagi selera pecinta alam. Dibalik indahnya melasti yang putih
dan bersih ada sedikit noda yang mungkin bisa mengancam ekosistem laut yang
bisa menghadirkan sejuta kritik bagi yang melihat dan mengetahuinya. Kita sebagai
seorang pecinta alam, tentu harus peduli dengan keindahan melasti, bukan
menutupi kekurangannya karena bagaimanapun hal buruk tentang melasti itu ada,
jadi kita harus melengkapinya dengan peduli terhadap apa yang ada di melasti,
baik pasirnya, tanamannya, bangunannya, sampai ke tatanan pandangannya. Jangan
sampai orang lain bisa melihat sisi melasti yang telah tercemar atas kebodohan
orang lain.
Menjaga
melasti bukan perkara yang mudah, membuat image kembali baik tanpa hadirnya
rasa trauma bagi yang pernah kecewa mengunjunginya. Kehadiran kita dengan
tujuan mengubah melasti menjadi pantai favorite
person mungkin bisa dianggap pencitraan olehnya. Oleh karena itu, kenapa aku
sampai sekarang masih merasa belum dicintai oleh melasti. Karena melasti tidak
pernah melihat sisi ketulusan aku yang telah menerima apa adanya. Aku emang
mendapatkan sunset di pantai kelan, tapi aku berharap bisa mendapatkan sunrise
di pantai melasti. Biarkan redupnya cahaya di kelan tapi sinarnya kembali cerah
di melasti.
The
first impression ketika melihat melasti hanya penuh kekaguman belaka, sampai
akhirnya melasti bukan sekedar pantai dengan pohon kelapa tapi juga ada duri-an
disana, duri setiap hari yang menusuk membuat luka dari waktu ke waktu. Lantas,
apakah aku trauma? Tidak. Justru adanya duri ini menakutkan aku untuk menahan
pondasi agar melasti tidak abrasi airnya. Pelan-pelan aku menata kembali
melasti untuk terlihat baiknya saja baik dimata local maupun mancanegara. Apa
itu mudah? Apalagi dengan bermodal kata dari jauh tanpa adanya tindakan? Tidak,
karena mencintai butuh pengorbanan bukan hanya sekedar ucapan.
Setelah
dari Semarang kembali ke Jakarta, melasti masih terlihat baik dan biasa. Sampai
di akhir Juli 2023, melasti mulai tidak tertata dengan baik karena masalah
terus mengancam ekosistemnya hingga puncaknya melasti menutup diri bahkan 10
hari tanpa adanya pengunjung di sana. Lama kabar tak ku dengar, akhirnya ada
deburan ombak di waktu tertentu seperti malam hari “ssssssssssssssssshhh, srak”
lalu menghilang, sampai aku berpikir. Apakah itu kau melasti? Bukan sanur yang
mencoba memancingku keluar dari kota. Aku masih ragu, hingga akhirnya
keesokannya kembali muncul “sssssssssssssssssh, srak, srak” suara ombak air itu
tidak hanya malam tapi juga di pagi hari. Aku pun menyapanya dengan
menyentuhkan tangan ke air di pinggir melasti. Ternyata itu melasti, yang
kembali menyapaku untuk aku tinggal disana. Untuk memastikan kesan yang sama
dari awal aku memutuskan apa yang dibutuhkan oleh melasti.
Agustus
2023, aku memutuskan mencari bunga di kota kembang untuk hiasan melasti yaitu
Bandung. Dimana kota yang dikenal sebagai kota kenangan menjadi the first met
antara aku dan melasti. Bandung menjadi saksi bisu bahwa melasti bukanlah
khalayan media yang tabu dalam duniaku selama ini. Perjalanan antara udara dan
laut menjadi destinasi timeline bagi kesan pertama kita. Yang pada akhirnya,
frekuensi itu tidak hanya sekedar formalitas tapi juga aktualitas. Aku langsung
mengenali siapa itu melasti disela-sela kursi pengunjung stasiun kereta api
bandung, pandangan pertama dan senyuman asli terpancar indah saat pertama kali
melihat melasti didepan mata. Genggaman pertama langsung hadir selembut
halusnya pasir putih melasti yang membuat kenyamanan di kota yang dingin ini.
Pasca
pertemuan di Bandung, aku dan melasti kembali berpisah. Satu kenangan yang menghadirkan
banyak suka dan duka bagi kenangan yang kian mempercayai kita bahwa melasti
masih bisa sembuh dari trauma. Aku tak tau bagaimana kuatnya hatiku terbuat
hingga bisa menahan gempuran ombak yang terus menghantam bebatuan melasti, aku
berusaha menjaga kelestarian melasti tetap ada dihidupku untuk tidak berubah
seperti dulu. Kita saling mengkhawatirkan apakah Bandung menjadi akhir bagi
cerita kita.
September
2023, aku kembali ke Bandung tapi tanpa melasti. Banyak jalan dan juga
singgahan bersama dengan melasti yang seakan-akan benar hidup bagi
penglihatannya hanya karena aku dan melasti pernah disana bersama. Aku menyadari
bahwa ini bukanlah hal yang harus dibenarkan, karena bagaimanapun aku harus
tetap menyadari bahwa jarak aku dan melasti tetaplah jauh. Sampai aku terus
berpikir sampai kapan aku harus melindungi dan menjaga melasti dari jauh? Karena
aku tau banyak orang yang ingin merusak melasti disana.
Oktober
2023, rindu ini tak terbendung akan kekhawatiran yang menjadi dasar bagaimana
aku harus menengok melasti. Aku memustuskan untuk langsung ke Bali dari Jakarta
yang menjadikan ini adalah effort terbesarku dalam mencintai seorang wanita. Aku
tidak peduli apakah rasa ada fakta rasa sakit yang akan aku terima ketika
disana yang selama ini aku tidak mengetahui, karena pikirku Cuma satu niat baik
ku untuk mengenal melasti lebih dalam sampai akar dibawahnya. Apa yang aku
dapatkan? Aku benar-benar mendapatkan melasti dengan moment yang sempurna,
mendapatkan rasa cinta dan kasih sayang yang selama ini aku tidak pernah
rasakan selama mengenal melasti. Aku tidak melihat sisi buruk dari yang aku
lihat melasti di habitatnya. Benar-benar detik demi detik terus berlalu membuat
aku meneteskan air mata menjelang kepergian hari terakhirku dari tanah Bali. Setidaknya,
aku telah memastikan bahwa melasti kian membaik dari rusaknya ekosistem
sebelumnya.
November
2023, aku berpikir sampai kapan aku terus bertemu untuk kembali berpisah dengan
melasti. Hingga aku berpikir akan membawa melasti ke Jakarta dan menggantikan
Ancol dengan melasti. Hidup akan lebih berwarna dan bergairah dengan adanya
melasti yang indah di Ibukota bagi hati dan jiwaku. Tapi apakah itu mudah? Tidak.
Karena banyak hal yang harus aku siapkan dan itu tidak hanya memakan waktu tapi
juga biaya, yang jumlahnya tidak sedikit dan harus berurusan izin legalitas
dengan banyak pihak. Syukur alhamdulillahnya, izin itu sudah aku dapatkan dari
pihak-pihak yang berwenang.
Desember 2023,
0 komentar